Buku Non-ketenaganukliran
Gerakan 30 September : pelaku, pahlawan dan petualang
Berapa jumlah korban tewas pasca-peristiwa 30 September?
Menurut Fact Finding Commission di bawah pimpinan Mayjen Dr. Soemarmo sekitar 80.000 orang. Namun, Komandan RPKAD Kol. (Inf) Sarwo Edhie Wibowo memberikan taksiran tiga juta orang. “Bunuh aku,” perintah Kol. (Inf) Abdul Latief, Komandan Brigif I/Djaja Sakti, ketika disergap. Tempurung kaki kirinya ditembak, paha kanannya ditusuk bayonet, tetapi dia baru diajukan ke Mahmilti 15 tahun kemudian.
“Kita sudah kalah, keluh Brigjen Soperdjo, Panglima Komando Tempur Mandau, sambil terduduk di lantai, begitu mendengar Presiden Soekarno mengeluarkan perintah cease fire pada Jumat, 1 Oktober 1965 sore. Letkol (Inf) Untung Sjamsuri, Komandan G30S, menulis surat permintaan maaf, mendengar anak buahnya tanpa sengaja telah menembak mati seorang anggota Polri.
“Saya panglima, saya yang memberi perintah,” teriak Pangkoostrad Mayjen Soeharto, ketika menerima laporan bahwa salah seorang anak buahnya terbang ke Bogor dengan helicopter kepresidenan.
“Negara kita kacau, karena ada pemimpin mempunyai empat isteri, bahkan lima orang …,” kata DN Aidit, Ketua Umum CC PKI, tanggal 28 September 1965. Kepada Haryatie, Bung Karno mengatakan, “Mas tak tahu, saya akan dibawa ke mana oleh anak-anak?” Sambil menangis Ratna Sari Dewi mengingatkan, “Jangan ke Madiun, di sana sarang komunis.” Sementara Hartini bertanya, “Apakah Mas masih seorang Presiden?”
Demikian sederetan catatan Julius Pour Ketika menyusun Kembali jogsaw puzzle mengenai sebuah peristiwa dahsyat yang berlangsung 45 tahun lalu. Diawali dengan Malah Jahanam berupa aksi penculikan terhadap sejumlah jenderal angkatan darat, dilanjutkan dengan pembunuhan. Riak ombak kecil tersbut ternyata awal gelombang raksasa yang akhirnya justru melanda sluruh penjuru Indonesia. Menumbangkan pemerintahan Orde Lama sekaligus memunculkan Orde Baru.
S24-0312 | 94(594) POU g | Perpustakaan Poltek Nuklir | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain